TIM SEKRETARIAT KABINET RI TERTARIK DENGAN PENANGANAN DAN PENCEGAHAN ANAK TIDAK SEKOLAH (ATS)

Tim yang berjumlah tiga orang dan dipimpin oleh Yanuar Agung Prabowo, Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah pada Kantor Asisten Deputi Bidang Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Sekretariat Kabinet RI, Selasa (28-05-2024) berkunjung ke Dinas Pendidikan Kota Pekalongan. Dinas Pendidikan menjadi lokus kunjungan setelah mereka memperoleh informasi terkait praktik baik penanganan dan pencegahan ATS (Anak Tidak Sekolah) di Kota Pekalongan. Kunjungan tersebut berkaitan erat dengan proses penyusunan rancangan Peraturan Presiden tentang Penanganan dan Pencegahan ATS yang tengah dibahas oleh Kementerian PPN/Bappenas.
 
Kegiatan Tim Sekretariat Kabinet di Dinas Pendidikan lebih fokus kepada menggali informasi dan berdiskusi tentang penanganan dan pencegahan ATS yang telah dan sedang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Pekalongan. Beberapa materi menarik yang dibahas meliputi inisiasi upaya penanganan dan pencegahan ATS di daerah, pengelolaan data, penyediaan anggaran, pendekatan ATS, ketersediaan daya tampung kelas/sekolah, praktik baik, ketercukupan guru, serta identifikasi ABPS (Anak Berpotensi Putus Sekolah).
 
Memulai diskusinya, Agung selaku ketua Tim menanyakan inisiasi penanganan dan pencegahan ATS di daerah apakah berasal dari Dinas Pendidikan atau Bappeda. Pertanyaan tersebut diungkap sebagai bahan perbandingan karena inisiatif penyusunan rancangan Perpres tentang Penanganan dan Pencegahan ATS berasal dari Kementerian PPN/Bappenas dan bukan dari Kemendikbudristek. Atas pertanyaan tersebut, Dinas Pendidikan Kota Pekalongan memberikan penjelasan bahwa bisa jadi penanganan dan pencegahan ATS menjadi inisiatif bersama, namun demikan karena kompleksitas permasalahan, luasan cakupan dimensi: sosial, ekonomi, budaya, dll, besarnya kebutuhan anggaran, serta banyaknya stakeholder yang harus terlibat, maka penanganan dan pencegahan ATS lebih tepat dikoordinasikan oleh Bappeda.
 
Tim menaruh perhatian serius dan ingin mengetahui bagaimana data ATS diperoleh dan dikelola. Pada tahun 2024 ini Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi telah menyajikan data dengan lengkap dan cukup akurat, baik dari sisi jumlah, jenjang sekolah, kelompok/kategori, nama, dan alamat. Data ini sudah terolah cukup baik karena telah mengintegrasikan data Dapodik, Emis, dan Data Kependudukan Kemendagri. Merujuk data dari Kemendikbudristek tahun 2024 tercatat total ATS di Kota Pekalongan berjumlah 3.692 anak dengan rincian 1.225 anak belum pernah bersekolah, 1.126 anak putus sekolah, dan 1.341 anak lulus sekolah namun tidak melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Berdasarkan data tersebut, Pemerintah Kota Pekalongan dengan melibatkan relawan, Kelurahan, RW, dan RT melakukan kunjungan ke alamat rumah anak untuk keperluan verifkasi dan konfirmasi. Kunjungan ini tidak semata-mata croscek data, namun untuk memastikan latar belakang anak tidak sekolah dan mengedukasi keluarga agar anak tersebut kembali bersekolah.
 
Hal menarik yang menjadi bahasan berikutnya adalah pengalokasian anggaran khusus untuk penanganan dan pencegahan ATS. Dinas Pendidikan Kota Pekalongan mengungkapkan tidak ada alokasi khusus anggaran penanganan dan pencegahan ATS. Selama ini Dinas Pendidikan melakukan optimalisasi anggaran yang ada seperti penyediaan beasiswa melalui bantuan sosial tidak terencana, bantuan operasional kepada sekolah/madrasah swasta melalui bantuan Jasa Kinerja dimana sekolah/madrasah penerima wajib membebaskan siswa dari keluarga tidak mampu. Saat ini Pemerintah Kota telah membangun SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) dan terus melakukan pengembangan fungsinya. Selain itu, para PKBM didorong untuk menerapkan praktik baik dalam melayani anak tidak sekolah kembali bersekolah. Beberapa praktik baik tersebut antara lain membentuk kelompok belajar (pokjar) di tingkat kelurahan. Tutor berkunjung ke pokjar menemui warga belajar dan menyelenggarakan pembelajaran. Praktik baik lainnya misalnya PKBM memberikan uang saku kepada warga belajar yang mengikuti ujian. Hal ini dikarenakan warga belajar harus meninggalkan pekerjaaan mereka selama mengikuti ujian.
Pemerintah Kota Pekalongan juga mengeluarkan kebijakan berupa pendidikan lanjutan bagi tenaga kegiatan (honorer) di lingkungan Pemerintah Kota yang belum menuntaskan pendidikan menengah.
 
Menanggapi pertanyaan Tim terkait kecukupan daya tampung satuan pendidikan dan ketersediaan pendidik/tutor, Dinas Pendidikan menyampaikan data jumlah satuan pendidikan baik formal maupun non formal beserta daya tampungnya. Kesimpulannya adalah daya tampung satuan pendidikan dan ketersediaan pendidik/tutor cukup memadai apabila ada lonjakan peserta didik baru dari unsur ATS.
 
Hal menarik yang menjadi bahan diskusi antara Tim dengan Dinas Pendidikan adalah kriteria ABPS (Anak Berpotensi Putus Sekolah). Indikator ABPS menjadi penting agar satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan dapat mengawal ABPS tidak putus sekolah. Dalam diskusi tersebut terungkap bahwa ABPS yang selama ini menjadi perhatian satuan pendidikan adalah anak sekolah yang tingkat kehadirannya rendah, anak dengan permasalahan hukum, anak berkebutuhan khusus, dan anak dari keluarga tidak mampu atau keluarga yang bermasalah. Penanganan kepada ABPS sejauh ini diserahkan kepada satuan pendidikan melalui pendekatan Guru BK atau para psikolog yang dikoordinasikan oleh Lakondik (layanan konseling pendidikan) Dinas Pendidikan Kota Pekalongan.
 
Pada penghujung diskusi, dengan setengah berkelakar, Tim mengajukan tantangan kepada Dinas Pendidikan. Jika Dinas Pendidikan diberikan anggaran untuk penanganan ATS sekian rupiah, berapa target ATS yang dapat dituntaskan. Menanggapi tantangan itu, Dinas Pendidikan tidak berani memberikan kepastian target yang dapat dicapai. Dinas Pendidikan perlu melakukan kajian lebih dahulu mengenai latar belakang dan jenjang pendidikan dari ATS. ATS penyandang disabilitas tentu memerlukan anggaran lebih besar jika dibandingkan dengan ATS bukan disabilitas. Demikian juga dengan ATS yang bersekolah di jenjang SMA akan memerlukan biaya yang lebih besar jika dibandingkan dengan ATS yng bersekolah di SMP atau PKBM.